Jumat, 15 Oktober 2010

Parodi Pinokio

Posted by KOMBUR BUNG LUBIS On 20.41


Pada suatu masa lalu di Eropa, saat itu boneka yang terbuat dari kayu sangat populer daripada robot yang bisa bergerak sendiri. Lho kenapa? Soalnya saat itu masyarakat sudah bosan.
“Alah… Paling geraknya robot ya gitu-gitu saja, bosan! Coba lihat boneka kayu ini, tidak bergerak! Fantasis!”
Ya begitulah komentar salah satu anak pada jaman itu.

Gepetto adalah pembuat boneka kayu yang tidak seperti lainnya, boneka kayunya tidak laku dijual. Kenapa? Karena ia belum membuat satu boneka kayupun.

Tetapi sekarang sudah hampir jadi satu. Ia sangat menyayangi boneka kayu itu seperti anaknya sendiri. Ia memandikan boneka kayu itu, membacakannya cerita dongeng, mengajaknya bermain, makan bersama, mengantarnya pergi sekolah, bukankah Gepetto seorang ayah yang baik? Boneka itu bernama Pinokio atau nama pendeknya Pinokio, jadi dia biasa dipanggil Pinokio. Tunggu dulu, jadi nama panjangnya apa? Pinokiooooooooooo? Bukan, nggak kreatif itu, sudah banyak lawakan kayak gitu, kamu pikir nafasku.com itu apa? Tukang mbacem? Jangan gitu kamu! Nama panjangnya adalah PPPPPiiiiinnnnnoooookkkkkiiiiiooooo.

Setelah beberapa hari akhirnya Pinokio sudah lengkap. Sudah ada tangan, kaki, kepala, badan, semua sudah lengkap, termasuk USB port, bluetooth, GPRS, Pentium 4 HT, OS Windows Fiesta, internal modem, integrated VGA camera, dan password-protected security system. Gepetto yang pada awal pembuatan Pinokio mau menjualnya, sekarang mengurungkan niatnya. Ia sudah terlanjur sayang dengan Pinokio. Ia ingin menyimpannya saja, dan kadang-kadang menggunakan Pinokio untuk memutar MP3. Tetapi konsekuensinya, ia jadi tambah miskin. Perabot rumah tangganya pun ia jual untuk membiayai kehidupannya dan Pinokio, tempat tidur, kursi, lemari, sofa, komputer lengkap, AC, iPot, mobil Ferrari, dan lain-lain, bahkan tanah seluas 10000 Ha yang ia miliki di Los Angeles pun ia jual. Otomatis yang ia punyai hanya rumah yang beratap asbes dan berdinding kardus.
Dunia peri kasihan melihat nasib Gepetto, kemudian sang ratu peripun menyuruh peri biru (Blue Fairie - BF :D ) untuk menyenangkan Gepetto. Peri biru tersentuh melihat betapa sayangnya Gepetto terhadap Pinokio padahal Pinokio hanyalah sebuah boneka kayu. Kemudian terbesit di pikirannya untuk membagi beberapa DVD (DVD Biru :D )… Bukan yo! DVD film BIASA! Tetapi sebelum memberikannya ia mengecek dulu film tersebut, siapa tahu ada yang you-know-what. Tunggu, maksudnya film BIASA bajakan, bukan YANG LAIN! Ingat, piracy is crime! No DVD bajakan, OK?! Soalnya aku nggak punya DVD player… :D
Dari film lawas buatan Waltz Disiny berjudul Pinochio peri biru terbesit untuk menjadikan Pinokio anak laki-laki, seperti Pinochio pada film itu.

Malam itu Gepetto sudah tertidur. Berbekal peralatan ajaib seperti linggis dan kawat serbaguna, peri biru mencoba masuk rumah Gepetto. Tidak sulit memasuki rumah Gepetto, soalnya Gepetto hanyalah orang biasa, dan dia berpikir rumahnya nggak bakal dimasuki maling. Paling-paling cuma kunci pagar (gembok) dan kunci pintu plus beberapa ranjau yang ditanam disekitar halaman plus radar pengaman plus laser security system plus plus.
Aku jadi nggak yakin kalau ini benar-benar masa lalu…
Begitu masuk, peri biru menemukan pinokio yang tergeletak tidak berdaya, lalu entah setan darimana yang membisiki peri biru, peri biru mulai dengan paksa melucuti satu-persatu pakaian yang dikenakan pinokio. Pinokio pun tidak berani melawan dan hanya pasrah…

Duh, gara-gara film biasa…
SUDAH! HENTIKAN UNSUR PORNOGRAFI! PERHATIKAN RUU ANTI PORNOGRAFI DAN PORNOAKSI!
Argh, ini negeri dongeng! Bukan suatu dunia khayalan yang ada di luar buku dongeng sana!


Peri biru menemukan pinokio dan kemudian mengucapkan mantera sihirnya.
“Sim salabim!”
Dan kemudian muncul jendela pop-up:
User: Blue Fairie - Spell: Sim Salabim. Spell does not match.
“Huh? Apa ini?”
Kemudian muncul help pop-up:
Magic wand has been secured with password-protection. This feature has avaliable since Wandows 98.7821908 OS.
“Argh! Apa ini?! Sejak kapan magic wand-ku ada kayak gini?! Gak tambah canggih malah ngrepoti! Buat apa juga pakai Wandows?”
Kemudian muncul blue screen:
Illegal sentence: Wandows will shut down.
“Hah? Kok malah shut down?”
Is now safe to use your magic wand.

Lupakan adegan diatas, sungguh.

Kemudian dengan spell-nya pinokio menjadi seorang anak laki-laki.
“Hoahm… Dimana aku?”
“Pinokio, sekarang kamu sudah mirip seorang anak laki-laki.”
“Hah?! Siapa kamu?! Maling ya?!”
“Hush! Nggak sopan, aku ini peri biru yang mengubahmu menjadi seperti anak laki-laki.”
“Apa?! Memang siapa yang minta menjadi anak laki-laki?!”
“Aku sebenarnya kasihan sama penciptamu Gepetto! Dia sangat kesepian tidak memiliki sanak keluarga! Dia bahkan tidak pernah tertawa semasa hidupnya.”
Kemudian dari kamar Gepetto terdengan tawa terbahak-bahak.
“Nah terus apa itu? Dasar peri pembohong! Pergi dari kamarku atau kupanggil polisi!”
“Apa? Kamu mengancam? Aku tidak takut!”
“Baiklah kalau begitu, PAK POLISI!!!!!!”
Kemudian terdengan suara ketukan pintu. Pinokio membuka pintunya dan terlihat seorang polisi di depan pintu.
“Apa benar disini rumah saudara Pinokio?”
“Benar pak.”
“Oh ya udah, saya kira bukan.”
Dan polisi itu pulang.

“Nah, sekarang kamu tidak bisa berbuat apa-apa lagi pinokio, ha ha ha ha!”
Peri biru mengambil sebilah parang.
“TOLONG!!!!!!!”
Gepetto yang mendengar suara teriakan pinokio terbangun dari melihat TV. Ternyata dia tidak tidur.
“Ada apa pinokio?!”
“Tolong pa, ada peri ingin membunuhku!”
“APA!!??”
“Tidak om, saya hanya terbawa suasana! Saya tidak berniat membunuh pinokio!”
Kemudian Suasana, seseorang yang tidak dikenal, tidak sengaja membawa putri biru pergi.

Gepetto menangis dan memeluk pinokio.
“Pinokio anakku, kamu nggak apa-apa?”
“Nggak papa ayah, aku baik-baik saja.”
“Baiklah kalau begitu, cepat tidur, biar nggak ngantuk besok di sekolah.”
“Baik ayah.”

Kemudian besoknya, dan besoknya, dan besoknya, dan besoknya, dan besoknya… Kok jadi mirip tuan Krab?
Pinokio pergi sekolah seperti biasanya. Dan seperti biasanya, ia berpamitan dengan Gepetto.
Tunggu dulu, biasanya??
Iya, Pinokio kan anak baik. Dia rajin sekolah dan berpamitan dengan orang tua.
Lho, Bukannya biasanya pinokio boneka kayu?

Ganti adegan kalo gitu.

Suasana telah sadar dan mengembalikan peri biru ke rumah Pinokio.
“Ayah! Itu kembali lagi!”
“Aku tidak jahat! Dan jangan memanggil dengan sebutan itu! Memangnya aku benda? Aku bukan m******i SK!
“Ayah! Dia menghina m******i SK!”
Gepetto menghampiri mereka berdua.
“Kamu salah paham tentang keduanya, Pinokio. Pertama, peri itu tidak jahat. Kedua, ah aku tidak bisa menyebut nama’nya’!”
“Paman Gepetto, anda percaya pada saya?”
“Ya, saya yakin kamu peri baik-baik. Dan juga… Tunggu dulu…”
“Ada apa paman Gepetto?”
“Ada apa ayah?”
“TIDAK MUNGKIN!!! PINOKIO BISA BERGERAK DAN BERBICARA!!!!!?????”
“…”
“Bukannya sudah dari kemarin om?”
“Kemarin? oh ya! Saya kira kemarin MP3 lagu!”
“…”
“Sudahlah, itu nggak penting! Pinokio, aku sangat bahagia kamu menjadi anak laki-laki!”
“Ketahuilah paman, yang mengubahnya itu aku lho…”
“Sebenarnya aku ingin anak perempuan, tapi nggak papalah.”
“Hmmm, sulit juga lho mengubah pinokio…”
“Ayah, aku juga sangat bahagia…”
“Om? pinokio?”
“Pinokio…”
“Ayah…”
“Halo?”
“Anakku…”
“Ayahku…”
“DENGARKAN AKU!!!”
“Huh? Kamu bicara sesuatu, peri biru?”
“!@#$%^&*()”
Pasti bingung siapa bicara yang mana kan? :)

Setelah kangen-kangenan, peri biru mulai membicarakan hal yang serius.
“Pinokio, kamu memang sudah menjadi seperti anak laki-laki, tapi masih jauh dari anak laki-laki sebenarnya. Ada tiga peraturan yang harus kamu ingat.”
“Apa itu?”
“Pertama, jadilah anak baik. Kalau kamu jadi anak baik, kamu bisa selangkah lebih dekat dengan anak laki-laki.”
“Hmmm…”
“Kedua, jika kamu berbohong hidungmu akan menjadi panjang.”
“Oooh…”
“Ketiga, ini yang paling penting!”
“Apa itu!?”
Suasana menjadi hening.
“Tunggu dulu, kenapa Suasana dibawa-bawa lagi? Dia orang tidak dikenal!”
Oh baiklah. Keadaan menjadi hening.
“Sekarang siapa lagi itu Keadaan?!”
Sob… Keadaan itu bukan nama orang… K-nya kapital karena setelah tanda titik.
“Oooh…”
Keadaan menjadi hening.
“Zzzz…”
Saking heningnya Pinokio dan Gepetto tertidur.
“… Dasar manusia, kerjanya molor melulu.”
Dan peri biru juga ikut tidur tanpa menyebutkan peraturan ketiga. Itu adalah kesalahan yang sangat fatal, mereka berdua tidak tahu bahwa peraturan ketiga adalah peraturan yang sangat mengerikan.

Pinokio senang bisa hidup seperti layaknya anak laki-laki biasa. Ia sekolah, bermain, makan, mencuri, mengganggu teman-temannya, bermain kembang api di toko bom eceran dekat rumah.

Sebentar sebentar sebentar! ketiga hal terakhir tidak biasa dilakukan oleh anak laki-laki biasa!
Ketiga hal terakhir? Sebentar sebentar sebentar?
Bukan, yang sebelumnya!
… (Titik titik titik)?
Argh, lupakan!



Kok nggak diteruskan ceritanya?
Lha… Katanya lupakan? Ya sekarang sudah lupa sampai mana ceritanya tadi…

Brain defragment… 100%

Nah sekarang aku ingat!
Mari kita mengingat kembali apa yang terjadi pada bagian pertama…

Karena menunggu pengarang ingat, ceritanya jadi bersambung…
Sekali kali lah…

Nah, begitulah yang terjadi pada bagian pertama.

Akhirnya Pinokio bisa melakukan hal yang selama ini dia impi-impikan, yaitu bertingkah laku seperti anak laki-laki.
Tunggu dulu! Itu bertentangan dengan bagian pertama!
Benarkah? Mari kita flash back ke bagian pertaman…

Karena menunggu pengarang ingat, ceritanya jadi bersambung…
Sekali kali lah…

Begitulah yang terjadi pada bagian pertama.

Hmmm, ternyata Pinokio memang tidak meminta menjadi seorang anak laki-laki.
Baiklah, akhirnya Pinokio bisa melakukan hal yang selama ini dia tidak impi-impikan, yaitu bertingkah laku seperti anak laki-laki.
Tunggu dulu! Kalau tidak di impi-impikan, kenapa dilakukan?


Sudahlah.
Akhirnya Pinokio bisa bertingkah laku seperti anak laki-laki, entah dia mengimpi-impikannya atau tidak, soalnya kalau dibahas disini jadi nggak selesai-selesai, seperti dulu itu pernah, tapi aku lupa dimana, pokoknya panjang nggak selesai-selesai, jadi tambah banyak komentar dan ceritanya dinilai jelek, ya gimana lagi?


Suatu hari peri biru datang ke rumah Gepetto.
“Hai Gepetto, sudah lama tidak bertemu.”
“Ya cukup lama, aku sampai lupa sudah berapa lama cerita ini putus di tengah jalan dengan dalih pengarangnya lupa ingatan.”
“Cerita? Pengarang? Apa maksudmu?”
“Sudahlah, ada perlu apa kamu kesini?”
“Aku membawa seorang asisten untuk mengawasi Pinokio, agar dia tidak menjadi anak yang nakal.”
“Hmmm… Benar juga…”
“Nah ini dia.”
“Hei kenalkan, namaku Jimmy JANGKRIK!”
“Eh… Ya, kenapa nama belakangmu ditulis kapital semua? Dan juga ada tanda serunya…”
“Oh, maksudmu JANGKRIK!? Ya itu karena jenisku adalah JANGKRIK! Kamu tahu JANGKRIK!? JANGKRIK! adalah sejenis serangga.”
“Hei peri biru, apa kamu pikir dia adalah asisten yang tepat??!!”
“Tenang saja, dia sudah mempelajari semua hal yang bisa meredamkan kenakalan anak.”
“Wow, benarkah?”
“Ya, dia sudah kenyang pengalaman. Dia dipenjara karena mencuri, dikarantina karena menggunakan obat terlarang, dipenjara lagi karena menjadi bandar obat terlarang, dikarantina lagi setelah menjadi pecandu berat, dan dipenjara lagi karena terbukti menjadi anggota sindikat mafia. Hei, bukankah penjara dan karantina adalah tempat untuk meredamkan kenakalan anak?”
“Eh, ya benar sih… Tapi kelihatannya ada yang salah…”
“Sudahlah, itu hanya perasaanmu saja. Hei, Jimmy! Pergilah ke sekolah untuk menemui Pinokio.”
“OK gal! Hei, lain kali panggil nama lengkapku, Jimmy JANGKRIK! Kamu tahu JANGKRIK!? JANGKRIK! adalah sejenis serangga.”


Kemudian tepat pada pukul 12 siang, saatnya Pinokio pulang sekolah.

Kok belum pulang ya? Yaa… Telat dikit lah, namanya juga sekolah.
KRINGGGGGGGGGGG!
Oh, rupanya baru sekarang pulangnya.
KRINGGGGGGGGGGG!
Lho? Oh ternyata itu bunyi alarm wekerku. Ups, saatnya ngegame. Kalian tahu kan ngegame lebih menyenangkan daripada membuat cerita? Nah, kalian lihat sendiri ceritanya.

“Dah teman-teman!”
“Dah Wooddoll! Sampai ketemu besok!”
“Ya, sampai ketemu besok!”
“Eh nggak sih, aku besok bolos, TA-kan ya!”
“Hei, ini sekolah! Bukan kuliah!”
“Halah, kita harus membiasakan diri dengan perkuliahan, kan sebentar lagi masuk kuliah!”
“Eh iya juga…”
“Bye!”
“Bye!”



Pengarang? Pengarang? Duh, dia lagi ngegame… Aku saja yang melanjutkan.
Hei, kamu siapa!?
Lha kamu sendiri siapa?

Sudahlah.
Pada gerbang sekolah Pinokio bertemu dengan Jimmy ‘you-know-who’.
“Hai Pinokio! Namaku Jimmy JANGKRIK! Kamu tahu JANGKRIK!? JANGKRIK! adalah sejenis serangga.”
“Eh, iya… Kok kamu mengenalku? Ada perlu apa?”
“Tenang dulu guy! Mulai sekarang aku adalah asistenmu. Kamu tidak akan lepas dari pengawasanku. Jangan coba-coba berbuat nakal.”
“Eh, aku tidak nakal kok. Jadi kamu pergi saja.”
“Oh benarkah? Wow! Kamu praktikan… Eh maksudku kamu anak yang baik. OK kalau begitu, aku akan kembali main The Crime! Hei, jangan lupakan aku, Jimmy JANGRIK! Kamu tahu JANGKRIK!? JANGKRIK! adalah sejenis serangga.”
“Eh ya, dasar aneh.”
Begitulah akhirnya, Gepetto dan peri biru mengira Pinokio sudah aman karena diawasi Jimmy, Jimmy sedang asyik menggunakan fasilitas internet gratis untuk main The Crime, sedangkan Pinokio tidak terawasi sama sekali.

Suatu hari ada sirkus datang. Karena belum tahu sirkus itu apa, Pinokio penasaran dan ingin menontonnya.
“Sirkus dimulai pukul 08.00. Aku ingin datang, tapi aku kan harus sekolah, enaknya gimana ya?”
Pinokio melihat papan pengumuman di dekat tenda sirkus. Harga tiket sirkus: 5000 Tale Rupiah (TR - bukan Tale Dollar, aku cinta rupiah!)
“Harga tiketnya 5000 TR? Mahal sekali? Apa untuk anak-anak tidak ada diskon?”
Baiklah, harga tiket sirkus untuk anak-anak 3000 TR, sudah didiskon ini.
“Apa? 3000 TR? Yah, aku kan cuma punya 1150 TR… Kalau gitu aku sekolah saja deh…”
Tunggu, harga tiket sirkus untuk boneka kayu yang telah disihir menjadi anak laki-laki oleh peri bitu hanya 1150 TR.
“Wah, 1150 TR! Tapi untuk beli jus jeruknya…”
OK OK OK… 750 TR, gimana?
“Baiklah, aku nonton sirkus saja deh, 5 menit lagi mulai.”
… Bukannya yang tadi tulisan di papan pengumuman?

Sekarang sudah pukul 15.00. Biasanya Pinokio sudah sampai di rumah, tetapi tidak untuk hari ini.
“Dimana Pinokio ya? Jangan-jangan terjadi sesuatu… Aku harus hubungi peri biru.”
Karena jaman itu belum ada telepon, Gepetto menghubungi peri biru lewat jalur komunikasi satelit.
“Halo, disana peri biru?”
“Ya, siapa ini? Cosmo? Juandissimo? Atau Jorgen?”
“Eh, bukannya itu peri di… Sudahlah, ini Gepetto! Pinokio hilang!”
“Hilang? Tunggu dulu, sudah 24 jam atau belum?”
“Argh! Aku tidak bisa menunggu selama itu!”
“Baiklah, akan kuhubungi Jimmy. Nanti aku kesana, dah Gepetto sayang.”
“Dah peri biru sayang… Eh, hei! Ini bukan saatnya bercanda!”
Kemudian peri biru menghubungi Jimmy.
“Hei Jimmy, gimana kabar Pinokio?”
“Eh, ini biru ya? Sudah kubilang panggil nama lengkapku, Jimmy JANGKRIK! Kamu tahu JANGKRIK!? JANGKRIK! adalah sejenis serangga.”
“Hentikan menjelaskan itu! Gimana kabar Pinokio?”
“Pinokio? Kelompok berapa? Eh, oh anak itu… Dia tidak nakal.”
“Aku tidak tanya dia nakal atau tidak, dia dimana sekarang? Apa sama kamu?”
“Sama aku? Plis deh, ya enggak lah! Katanya sih aku disuruh pergi, ya udah.”
“Apa? Kamu pergi? Dasar! Aku matikan proxynya!”
“Jangan! Aku sudah hampir bisa mencuri di national museum.”
“Tuuut, tuuut…”
Sambungan terputus.

Kemudian peri biru mendengar kabar dari infotainment kalau Pinokio sedang berada di mulut ikan paus.
Hei, katanya tadi di sirkus? Kok sekarang di mulut ikan paus?
Oh iya, ini sebenarnya…
Kolusi, populis nepotisme, intensif ekstradisi, eliminasi…
Eh bukan, maksudnya… Gimana ya? Oh ya! Masih ingat dengan peraturan ketiga yang tidak sempat diberitahukan pada bagian pertama? Mari kita review bagian pertama sejenak.

Karena menunggu pengarang ingat, ceritanya jadi bersambung…
Sekali kali lah…

Begitulah yang terjadi pada bagian pertama.

Ada yang salah?

Peraturan ketiga adalah: jika Pinokio menonton sirkus, maka dia akan berada dalam mulut ikan paus.

Sudahlah. Intinya (aku tidak bilang ‘pokoknya’ disini) Pinokio sedang berada dalam mulut ikan paus dan itu berbahaya! Pernah kesana nggak?!
Peri biru memberitahukan hal ini pada Gepetto.
“APA?! Pinokio!! Tidaaaakkkk!!!!”
“Sudahlah, kamu jangan bersedih dulu. Kita harus selamatkan Pinokio!”
“Peri biru, kamu sangat perhatian sama Pinokio, sebenarnya ada apa?”
“Sebenarnya… Gepetto… Aku sudah lama merahasiakan hal ini…”
“Peri biru?”
“Sebenarnya… Pinokio itu…”
“Pinokio adalah anakmu?”
“… Benar…”
Keadaan menjadi hening…

“HEI, YA NGGAK LAH!!!! Sudahlah, ayo kita selamatkan Pinokio!”
“Eh, ayo!!”

Blue Fairie and Gepetto To The Rescue!
Mereka berdua mengendarai salah satu dari mereka, maksudnya peri biru, menuju Samudra Hindia menyelamatkan Pinokio.
Bukannya Eropa sama Samudra Hindia jauh? Kok Pinokio bisa sampai sana?
Itu sekarang tidak penting. Yang penting Pinokio diselamatkan dulu.

Tidak lama kemudian, mereka sampai ke ikan paus tersebut. Cepat sekali ya?
“Itu dia ikan pausnya!”
“Ayo kita masuk ke dalam mulutnya!”
Tiba-tiba mulut ikan paus tersebut terbuka.
Apakah mereka berhasil menyelamatkan Pinokio?
Apakah ikan paus tersebut akan mengurung mereka bersama Pinokio?
Apakah ikan paus tersebut ganas?
Apakah ini tanda cerita ini akan bersambung lagi?

Tidak! Kalau cerita ini bersambung, lanjutannya bakalan nggak muncul.

Tiba-tiba mulut ikan paus tersebut mengeluarkan sesuatu.
“Apa itu?!”
“Itu… Itu…”
Tiba-tiba banyak orang yang keluar dari mulut ikan paus tersebut. Ya, sirkus telah selesai. Ternyata sirkus tersebut diadakan di mulut ikan paus.
Pinokio pun keluar dengan selamat. Dia bertemu dengan Gepetto dan peri biru.
“Ayah! Peri biru! Kenapa kalian disini? Kalian melihat sirkus juga? Sirkusnya bagus sekali!”
“Pinokio! Kalau kamu ingin menonton sirkus kenapa tidak bilang kami?”
“Iya, kami sangat khawatir…”
“Maafkan aku ayah. Aku berjanji ini untuk yang terakhir kalinya.”
“Sudahlah, yang penting kamu selamat. Kapan-kapan kalau ada sirkus lagi atau pertunjukan lainnya kita nonton bertiga.”
“Wow, terima kasih ayah!”
“Bertiga? Maksudmu denganku?”
“Ya peri biru, aku baru sadar… Ternyata kamu sangat baik. Maukah kamu menjadi pasangan hidupku?”
“Gepetto… Tunggu dulu! Bukannya kamu sudah kakek kakek?”
“Apa? Nggak! Pada bagian pertama tidak dijelaskan hal tersebut!”
“Benarkah? Mari kita lihat pada bagian pertama.”

Karena menunggu pengarang ingat, ceritanya jadi bersambung…
Sekali kali lah…


Sudahlah, hentikan.